MENGENAL THALASSEMIA
Thalassemia merupakan salah satu penyakit genetik terbanyak di dunia yang ditandai dengan tidak terbentuk atau berkurangnya salah satu rantai globin baik itu -α ataupun -β yang merupakan komponen penyusun utama molekul hemoglobin normal. Berdasarkan hal tersebut thalassemia dibedakan menjadi thalassemia -α dan thalassemia -β. Secara klinis thalassemia dibagi menjadi: 1. thalassemia mayor, dimana pasien memerlukan transfusi darah yang rutin dan adekuat seumur hidupnya. Pembagian ke 2. bila pasien membutuhkan transfusi tetapi tidak rutin maka disebut sebagai thalassemia intermedia ke-3.,bila tanpa gejala, secara kasat mata tampak normal, disebut sebagai pembawa sifat thalassemia.
Indonesia termasuk salah satu negara dengan angka kejadian thalassemia yang tinggi. Kondisi itu dilihat bukan berdasarkan jumlah pasien namun seperti yang diungkapkan oleh Dr. dr. Pustika Amalia Wahidiyat, SpA(K), hal tersebut dilihat melalui frekuensi kelainan gen yang ditemukan. Di Indonesia deteksi untuk thalassemia -α agak sulit dilakukan oleh karena memerlukan pemeriksaan DNA dan pemeriksaan tersebut baru dapat dilakukan di beberapa kota besar saja. Berdasarkan data dari Lembaga Eijkman angka kejadian thalassemia -α di Indonesia sekitar 2,6-11%, banyak ditemukan di Pulau Sulawesi, yaitu pada suku Bugis ataupun suku Kajang. Sedangkan thalassemia -β, ditemukan rata-rata sekitar 3-10%, dengan pembawa sifat terbanyak ditemukan di P. Sumatera, dan sekitar hampir 10% di daerah Palembang. Di di Pulau Jawa angka pembawa sifat sebesar 5%. Sedangkan untuk kelainan hemoglobinopati, pembawa sifat hemoglobin E ditemukan sebesar 1,5-33% dan terbanyak didapatkan di Pulau Sumba.
Semakin dini diagnosis thalassemia ditegakkan dan semakin cepat anak mendapatkan transfusi darah yang adekuat, maka harapan dan kualitas hidup anak tersebut akan semakin baik. Oleh karena itu orangtua harus mewaspadai tanda atau gejala klinis yang timbul walaupun hanya ringan dan jangan mengabaikannya. Gejala tersebut antara lain anak akan tampak pucat akibat turunnya kadar hemoglobin (Hb), kadang anak terlihat kuning, ikterus akibat hemolisis yang berat dan dapat disertai tanda gangguan fungsi jantung ungkap Dr. dr.Pustika Amalia Wahidiyat, SpA(K).
Tanda atau gejala lainnya yang mungkin muncul adalah terabanya benjolan pada perut anak saat orangtua memandikan anaknya. Pembesaran ini biasanya adalah organ limpa yang membesar akibat kompensasi dari anemia kronis, dimana limpa sebagai organ RES bekerja keras membantu kerja tulang untuk membentuk sel darah merah.
Hal lain yang perlu diperhatikan menurut dr. Pustika adalah karena penyakit thalassemia ini merupakan penyakit genetik atau bawaan yang diturunkan berdasarkan hukum Mendel, maka jika dua pembawa sifat/thalassemia minor menikah, maka mereka berpeluang mempunyai 25% anak yang sehat, 50% anak sebagai pembawa sifat dan 25% anaknya sebagai thalassmeia mayor. Peluang ini terjadi pada setiap konsepsi/kehamilan, karenanya bisa saja dalam 1 keluarga semua anaknya merupakan pengidap thalassemia mayor, atau malah mungkin tampak sehat, karena tidak memberikan gejala sama sekali, tetapi belum tentu mereka sehat, karena tetap mempunyai peluang sebagai thalassemia minor. Oleh karena itu jika kedua orangtua diketahui sebagai pembawa sifat thalassemia harus sesegara mungkin memeriksakan diri mereka dan anak keturunannya untuk segera dapat segera diidentifikasi sedini mungkin.
Selain keluarga, dr.Pustika juga mengingatkan agar para dokter yang menemukan pasien dengan anemia harus segera mencari penyebabnya, karena anemia adalah suatu gejala bukan suatu diagnosis. Selain itu beliau menyarankan perlunya dilakukan pemeriksaan indeks eritrosit seperti mean corpuscular volume (MCV) dan mean corpuscular hemoglobin (MCH) dan red cell distribution width (RDW), karena mungkin saja kadar Hb normal, tetapi terdapat tadanya gambaran mikrostik hipokromik. Perlu diingat bila temukan gambaran mikrositk hipokrom perlu dipikirkan kemungkinan defisiensi besi, dan thalassemia. Sebagai penyebab tersering dari kondisi tersebut.
Penyakit thalassemia sendiri membawa banyak sekali komplikasi kepada penderitanya. Di dunia umumnya komplikasi mulai terjadi pada awal dekade kedua kehidupan, namun di Asia termasuk Indonesia komplikasi muncul lebih cepat. Hal ini terjadi biasanya terjadi karena beberapa faktor, yaitu keadaan anemia kronik atau kelebihan zat besi akibat rendahnya kepatuhan atau keterbatasan dalam menggunakan obat kelasi besi. Kelebihan besi akan menyebabkan penumpukan diberbagai organ terutama kulit, jantung, hati dan kelenjar endokrin, sehingga terjadilah kardiomiopati, perdarahan akibat rusaknya organ hati, diabetes melitus gangguan pertumbuhan, seperti perawakan tubuh yang pendek, infertilitas, hipogonadisme, kulit hitam dan juga bentuk muka yang berubah atau dikenal sebagai facies Cooley, disertai osteoporosis bahkan dapat terjadi fraktur patologis. Selain itu didapatkan juga limpa dan hati yang membesar sehingga menyebabkan perut anak dengan thalassemia tampak besar..
Penumpukan besi dalam tubuh juga merupakan komplikasi yang terjadi akibat proses transfusi maupun jika transfusi dengan kadar Hb yang selalu rendah. Penumpukan besi di organ-organ seperti hati dan jantung sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan kematian. Selain itu besi juga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman, oleh karena itu penumpukan berlebih kadar besi dalam tubuh dapat menjadikan anak dengan thalassemia rentan terhadap penyakit infeksi.
Dahulu anak thalassemia dengan limpa yang besar selalu dianjurkan untuk men jalani tindakan spolenektomi, tetapi keadaan tanpa limpa /asplenik sangat jauh lebih berbahaya, bahkan dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Oleh karena itu gaya hidup sehat penting sekali untuk dilakukan seperti makan makanan yang sehat, dan bagi pasien thalassemia dianjurkan utnuk tidak mengonsumsi minuman keras ataupun merokok.
Seiring dengan semakin majunya penelitian, perkembangan obat yang dapat mengurangi penimbunan besi didalam tubuh yang dikenal sebagai obat kelasi besi juga semakin pesat. Jika dahulu obat kelasi besi hanya dapat diberikan melalui jalur injeksi/suntikan, namun saat ini sudah dapat dibuat sediaan obat dalam bentuk tablet juga sirup, yang diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien thalassemia, untuk secara rutin mengonsumsinya seumur hidupnya. Namun adapun efek samping yang dapat timbul selama mengonsumsi obat ini antara lain seperti, mual dan juga penurunan jumlah sel darah putih atau gangguan fungsi ginjal. Oleh karenanya edukasi merupakan hal penting diberikan, menerangkan efek samping yang mungkin terjadi, sehingga kemungkinan terjadinya efek samping dapat dicegah.
Departemen Radiologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo saat ini sudah mempunyai perangkat T2*/MRI T2*, yang merupakan salah satu pemerikasaan baku emas untuk dapat melihat deposit besi di organ seperti hati, jantung dan pankreas, sebelum munculnya gejala klinis.
Penting diingat untuk tidak menunggu waktu transfusi hingga kadar Hb tubuh terlalu rendah, kadar Hb pre-transfusi antara 9-10 g/dL adalah nilai yang baik untuk dilakukannya transfusi darah, untuk memperlambat munculnya komplikasi dan memperbaiki kualitas hidup mereka. Perlu diperhatikan kualitas darah yang diberikan, sebaiknya memakai darah yang rendah leukosit, untuk memperlambat terjadinya reaksi transfusi, juga menggunakan skrining darah terhadap penyakit infeksi hepatitits B, C, CMV, dan HIV dengan metode nucleic acid test/ NAT Selain itu memakai obat kelasi besi adekuat sangat dianjurkan untuk mencegah munculnya komplikasi akibat kelebihan zat Fe yang merupakan suatu zat oksidan yang sangat kuat.
Jika kesemua hal tersebut dilakukan secara adekuat maka pasien dengan thalassemia bisa bertahan sampai dengan dekade ketiga kehidupan dan bisa hidup juga bertumbuh kembang selayaknya anak-anak normal.
Mengonsumsi makanan yang bergizi sangat diperlukan oleh anak-anak penderita thalassemia. Pasien thalassemia biasanya mempunyai postur tubuh yang kecil, kurus juga pendek, hal ini dapat diakibatkan karena kekurangan oksigen yang terjadi terus-menerus pada jaringan. Selain itu, pembesaran limpa juga menyebabkan turunnya napsu makan. Kesemua kondisi tadi menyebabkan gangguan penyerapan dan penggunaan zat-zat gizi yang pada akhirnya menyebabkan gangguan pertumbuhan juga penurunan imunitas tubuh. Peran orangtua untuk membentuk pola makan yang baik, yaitu mengonsumsi berbagai bahan pangan sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral sangatlah penting. Hanya saja yang perlu diingat, hindari bahan pangan yang mengandung besi dalam jumlah tinggi yaitu hati dan daging merah beserta produk olahannya seperti bakso ataupun jeroan. Bahan pangan tersebut dapat digantikan oleh ikan, ayam ataupun susu yang mempunyai kandungan besi rendah. Mitos bahwa konsumsi sayuran yang mengandung besi misalnya seperti bayam tidak diperbolehkan, adalah tidak benar, sebab kandungan besi dalam sayuran sangat sedikit diserap oleh tubuh. Memperbanyak konsumsi bahan pangan yang mengandung fitat seperti sereal dan teh juga sangat dianjurkan. Fitat merupakan senyawa yang menghambat absorpsi besi. Sebaliknya, konsumsi vitamin C sebaiknya dibatasi, karena sifatnya yang membantu meningkatkan penyerapan besi dalam tubuh.
Sampai saat ini di Indonesia terapi utama bagi pasien thalassemia masih dengan transfusi darah, walaupun saat ini di dunia sudah mulai berkembang transplantasi sumsum tulang, yaitu mengganti sumsum tulang pasien dengan sumsum tulang orang normal yang matching, dan biasanya itu berasal dari saudara sekandung, namun yang menjadi masalah adalah jika seluruh saudaranya pengidap thalassemia juga. Transplantasi terbaik untuk thalassemia adalah transplantasi menggunakan sediaan dumdum tulang (bone marrow transplant), sedangkan bilang menggunakan darah tali pusat, angka keberhasilan tidak begitu baik.
Dengan semakin majunya tata laksana thalassemia, angka harapan hidup mereka semakin tinggi, tetapi hal ini menyebabkan munculnya masalah psikososial bagi anak thalassemia remaja, Muncul persoalan mencari pasangan hidup, mencari dan mendapatkan pekerjaan bukanlah hal yang mudah. Banyak dari mereka ditolak dengan alasan tidak bisa berproduksi dengan baik. Dengan tampilan yang “not a good looking”, membuat meraka merasa rendah diri. Disinlah peran kita sebagai tenaga medis untuk dapat memberi semangat dan membangun kepercayaan diri mereka, agar tetap maju dan memperlihatkan prestasi mereka.
Lebih baik melakukan tindakan pencegahan daripada mengobati, ujar Dr. dr. Pustika Amalia Wahidiyat, SpA(K). Penyakit ini tidak dapat diobati tetapi dapat dicegah dengan melakukan skrining pranikah untuk pasangan yang akan menikah sangat diperlukan, kemudian dilanjutkan dengan prenatal diagnosis pada usia kehamilan 12-17 minggu, agar pasangan tersebut mengetahui risiko yang kemungkinan akan dialami oleh anaknya kelak dan terapi yang adekuat dapat diberikan sedini mungkin. Selain itu skrining dapat dilakukan secara retrospektif pada semua anggoata keluarga yang mempunyai riwayat tahalssemia di dalam keluarga mereka. Seperti yang sudah dilakukan di negara yang tinggi angka kejadian thalassemianya, dengan dukungan negara,dalam 20 tahun ke depan sangat banyak biaya yang dapat di hemat dan digunakan untuk keperluan lainnya, mencegah lebih baik dari mengobati.
Comments
Post a Comment